Sampah
adalah sisa suatu usaha atau kegiatan [manusia] yang berwujud padat [baik
berupa zat organik maupun anorganik yang bersifat dapat terurai maupun tidak
terurai] dan dianggap sudah tidak berguna lagi [sehingga dibuang ke
lingkungan]. Alam tidak mengenal sampah, yang ada hanyalah daur materi dan
energi. Hanya manusia yang menyampah [mengakibatkan munculnya sampah].
Segala
macam organisme yang ada di alam ini selalu menghasilkan bahan buangan, karena
tidak ada proses konversi yang memiliki efisiensi 100%. Sebagian besar bahan
buangan yang dihasilkan oleh organisme yang ada di alam ini bersifat organik
[memiliki ikatan CHO, bagian tubuh makhluk hidup]. Sampah yang berasal dari
aktivitas manusia yang dapat bersifat organik maupun anorganik. Contoh sampah
organik adalah: sisa-sisa bahan makanan, kertas, kayu dan bambu. Sedangkan
sampah anorganik [hasil dari proses pabrik] misalnya: plastik, logam, gelas,
dan karet.
Ditinjau
dari kepentingan kelestarian lingkungan, sampah yang bersifat organik tidak
begitu bermasalah karena dengan mudah dapat dirombak oleh mikrobia menjadi
bahan yang mudah menyatu kembali dengan alam. Sebaliknya sampah anorganik sukar
terombak dan menjadi bahan pencemar.
Pencemaran
lingkungan umumnya berasal dari sampah yang melonggok pada suatu tempat
penampungan atau pembuangan. Perombakan sampah organik dalam suasana anaerob
[miskin oksigen] akan menimbulkan bau tak sedap. Makin tinggi kandungan protein
dalam sampah, makin tak sedap bau yang ditimbulkan. Dampak lain karena timbunan
sampah dalam jumlah besar adalah lingkungan yang kotor dan pemandangan yang
kumuh.
Timbunan
sampah menjadi sarang bagi vektor dan penyakit. Tikus, lalat, nyamuk akan
berkembang biak dengan pesat. Ruang yang ada dicelah-celah sampah dapat berupa
ban, kaleng bekas, kardus, dan lain-lain merupakan hunian yang ideal bagi
tikus. Lalat pada umumnya berkembangbiak pada sampah organik, terutama pada
sampah yang banyak mengandung protein, seperti sisa makanan. Suasana yang
lembab dan hangat sangat cocok untuk habitat nyamuk. Sampah organik menyediakan
sumber makanan yang melimpah bagi mereka.
Karakteristik
sampah di Sekolah
Sekolah sebagai tempat berkumpulnya banyak orang dapat menjadi penghasil sampah
terbesar selain pasar, rumah tangga, industri dan perkantoran. Secara umum
sampah dapat dipisahkan menjadi :
- Sampah organik/mudah busuk berasal dari: sisa makanan, sisa sayuran dan kulit buah-buahan, sisa ikan dan daging, sampah kebun (rumput, daun dan ranting).
- Sampah anorganik/tidak mudah busuk berupa : kertas, kayu, kain, kaca, logam, plastik , karet dan tanah.
Sampah yang dihasilkan sekolah kebanyakan adalah jenis sampah kering dan hanya
sedikit sampah basah. Sampah kering yang dihasilkan kebanyakan berupa kertas,
plastik dan sedikit logam. Sedangkan sampah basah berasal dari guguran daun
pohon, sisa makanan dan daun pisang pembungkus makanan.
Pengelolaan
sampah
- Pemilahan yaitu memisahkan menjadi kelompok sampah organik dan non organik dan ditempatkan dalam wadah yang berbeda.
- Pengolahan dengan menerapkan konsep 3R yaitu:
- Reuse (penggunaan kembali) yaitu menggunakan sampah-sampah tertentu yang masih memungkinkan untuk dipakai [penggunaan kembali botol-botol bekas].
- Reduce (pengurangan) yaitu berusaha mengurangi segala sesuatu yang dapat menimbulkan sampah serta mengurangi sampah-sampah yang sudah ada.
- Recycle (daur ulang) yaitu menggunakan sampah-sampah tertentu untuk diolah menjadi barang yang lebih berguna [daur ulang sampah organik menjadi kompos].
- Untuk sampah yang tidak dapat ditangani dalam lingkup sekolah, dikumpulkan ke Tempat Penampungan Sementara (TPS) yang telah disediakan untuk selanjutnya diangkut oleh petugas kebersihan ke Tempat Pembuangan Akhir(TPA).
Sampah
yang dibuang ke TPS ditempatkan berdasarkan pemilahan sampah yang telah
dilakukan. Hal ini dilakukan karena sampah organik cepat membusuk sementara
sampah non organik membutuhkan waktu yang lebih lama untuk membusuk sehingga
memerlukan perlakuan khusus. Untuk TPS yang sengaja disediakan oleh pihak
sekolah sebaiknya TPS tersebut berupa lubang yang dilengkapi dengan sistem
penutup sehingga tikus, serangga, dan hewan-hewan tertentu tidak masuk ke
dalamnya dan juga untuk menghindari bau dari sampah yang bisa mengganggu.
Untuk
memudahkan jangkauan biasanya juga disediakan bak-bak sampah kecil yang
ditempatkan di tempat-tempat yang mudah dijangkau sebagai tempat penampungan
sampah sementara sebelum dibuang ke TPS. Penampungan sampah dalam bak sampah
ini juga sebaiknya dipisahkan menjadi tempat sampah organik dan anorganik dan
kalau sudah penuh harus segera dibuang ke TPS atau langsung diambil oleh
petugas kebersihan untuk dibuang ke TPA.
Perancangan
Pengelolaan Sampah di Sekolah
Di
lingkungan sekolah, pengelolaan sampah membutuhkan yang perhatian serius.
Dengan komposisi sebagian besar penghuninya adalah anak-anak [warga belajar]
tidak menutup kemungkinan pengelolaannya pun belum optimal. Namun juga bisa
dipakai sebagai media pembelajaran bagi siswa-siswinya. Salah satu parameter
sekolah yang baik adalah berwawasan lingkungan.
Sampah
basah bisa diolah menjadi kompos. Prosesnya mudah dan sederhana. Anak usia
sekolah SD hingga SLTA bisa mengerjakan sendiri. Pembuatan kompos dengan sampah
basah di sekolah bisa menjadi media pembelajaran untuk anak didik. Setidaknya
anak akan belajar tentang Ilmu Pengetahuan Alam. Anak juga akan belajar
menghargai lingkungan. Mereka akan belajar bagaimana sampah itu bisa bermanfaat
bagi manusia bukan hanya sebagai sesuatu yang kotor dan menjijikkan. Kompos
yang dihasilkan dapat digunakan untuk memupuk tanaman yang ada atau sebagi
bahan campuran media tanam dalam pot.
Kertas
bekas yang dihasilkan banyak sekali yang berjenis HVS. Jenis kertas ini di
kalangan pemulung memiliki harga yang paling tinggi. Belum lagi kertas karton,
kertas pembungkus makanan dan kertas jenis lainnya. Khusus untuk sampah kertas,
bisa dilakukan dua hal untuk pengelolaannya.
- Yang pertama adalah daur ulang sebagai pengelolaan sendiri. Sampah kertas bisa didaur ulang dengan cukup mudah. Kertas bekas dipotong kecil-kecil dan direndam ke dalam air. Proses berikutnya adalah diblender hingga berubah menjadi bubur kertas. Dari sinilah kreativitas anak diperlukan. Bubur kertas bisa dijadikan bahan kertas daur ulang atau bisa dijadikan bahan dasar kreativitas lain, misalnya topeng kertas atau bentuk pigora.
- Bentuk pengelolaan kedua adalah sistem pemilahan untuk dijual. Kertas berjenis HVS dipisah dari jenis lain misalnya koran, karton dan kerdus. Kertas bekas yang sudah dipilah tadi dijual ke pemulung. Pemulung secara berkala akan datang ke sekolah untuk mengambil kertas tersebut.
Jenis
sampah lain yang juga lumayan banyak di sekolah adalah plastik. Sampah ini
sebagian besar terdiri dari bungkus plastik dan botol minuman mineral. Untuk
jenis terakhir inilah yang sekarang banyak dicari orang. Botol minuman bekas
yang berbahan plastik PET bisa didaur ulang menjadi biji plastik. Demikian juga
halnya dengan kaleng minuman bekas yang berbahan logam. Sampah jenis ini juga
sebaiknya dipilah, dikumpulkan untuk kemudian dijual. Anak-anak juga dapat berkreasi
merangkainya menjadi barang kerajinan atau hiasan dinding.
Dengan
sistem pemilahan ini diharapkan anak didik dapat belajar betapa sampah yang
semula kotor dan menjijikkan ternyata memiliki nilai jual. Mata pelajaran
ekonomi dapat dipelajari dari seonggok sampah di sekolah. Anak didik akan
menyadari bahwa peluang kerja ada di sekitarnya, bukan hanya dicari tapi dapat
juga diciptakan.
Dalam
perancangan pengelolaan sampah di sekolah, para siswa perlu dilibatkan secara
aktif. Hal ini dapat dilakukan dengan pembentukan regu-regu yang bertugas
secara terjadwal. Kegiatan pameran dan kompetisi berkala dapat dilakukan untuk
meningkatkan kepedulian terhadap pengelolaan sampah. Menulis di blog atau
majalah dinding merupakan latihan yang bagus untuk menumbuhkan jiwa-jiwa
mengelola sampah. Sehingga muncul kesadaran baru bahwa, “Sampah bukan
masalah, tetapi peluang”.
Oleh
: Adam Maulidani – XI MIA 2
Sumber
: Nasih Widya Yuwono
sekolah akan terlihat sehat jika tidak ada sampah
BalasHapuspojok klinik