Upacara HUT Korpri

Hari ulang tahun Korpri merupakan momentum untuk meningkatkan profesionalisme guru dan karyawan yang ada di lingkungan SMA Negeri 6 Semarang, semangat untuk berkarya selalu menjadi yang terdepan dalam membangun kebersamaan di SMA Negeri 6 Semarang

SMA Negeri 6 Peduli Sesama Terdampak Covid-19

Civitas akademika SMA Negeri 6 Semarang memberikan bantuan kepada keluarga miskin yang terdampak Covid-19 di Kota Semarang dan sekitarnya. Bantuan ini diharapkan meringankan beban dari keluarga yang terdampak langsung akibat mewabahnya virus Covid-19

Tasyakuran HUT Korpri

Rasa syukur civitas akademika SMA Negeri 6 Semarang dalam memperingati HUT Korpri diwujudkan dalam bentuk tumpengan, semoga kedepannya SMA Negeri 6 Semarang akan selalu mendapat ridho Allah SWT dalam setiap langkah gerak memajukan dunia pendidikan di Kota Semarang

Pelepasan Peserta Didik Kelas XII Tahun Pelajaran 2018/2019

Pelepasan peserta didik kelas XII SMA Negeri 6 Semarang Tahun Pelajaran 2018/2019, Tanggal 17 Mei 2019 bertempat di gedung UTC Unnes Semarang

Rabu, 25 Februari 2015

PENGELOLAAN SAMPAH SEKOLAH



Sampah adalah sisa suatu usaha atau kegiatan [manusia] yang berwujud padat [baik berupa zat organik maupun anorganik yang bersifat dapat terurai maupun tidak terurai] dan dianggap sudah tidak berguna lagi [sehingga dibuang ke lingkungan]. Alam tidak mengenal sampah, yang ada hanyalah daur materi dan energi. Hanya manusia yang menyampah [mengakibatkan munculnya sampah].
Segala macam organisme yang ada di alam ini selalu menghasilkan bahan buangan, karena tidak ada proses konversi yang memiliki efisiensi 100%. Sebagian besar bahan buangan yang dihasilkan oleh organisme yang ada di alam ini bersifat organik [memiliki ikatan CHO, bagian tubuh makhluk hidup]. Sampah yang berasal dari aktivitas manusia yang dapat bersifat organik maupun anorganik. Contoh sampah organik adalah: sisa-sisa bahan makanan, kertas, kayu dan bambu. Sedangkan sampah anorganik [hasil dari proses pabrik] misalnya: plastik, logam, gelas, dan karet.
Ditinjau dari kepentingan kelestarian lingkungan, sampah yang bersifat organik tidak begitu bermasalah karena dengan mudah dapat dirombak oleh mikrobia menjadi bahan yang mudah menyatu kembali dengan alam. Sebaliknya sampah anorganik sukar terombak dan menjadi bahan pencemar.
Pencemaran lingkungan umumnya berasal dari sampah yang melonggok  pada suatu tempat penampungan atau pembuangan. Perombakan sampah organik dalam suasana anaerob [miskin oksigen] akan menimbulkan bau tak sedap. Makin tinggi kandungan protein dalam sampah, makin tak sedap bau yang ditimbulkan. Dampak lain karena timbunan sampah dalam jumlah besar adalah lingkungan yang kotor dan pemandangan yang kumuh.
Timbunan sampah menjadi sarang bagi vektor dan penyakit. Tikus, lalat, nyamuk akan berkembang biak dengan pesat. Ruang yang ada dicelah-celah sampah dapat berupa ban, kaleng bekas, kardus, dan lain-lain merupakan hunian yang ideal bagi tikus. Lalat pada umumnya berkembangbiak pada sampah organik, terutama pada sampah yang banyak mengandung protein, seperti sisa makanan.  Suasana yang lembab dan hangat sangat cocok untuk habitat nyamuk. Sampah organik menyediakan sumber makanan yang melimpah bagi mereka.
Karakteristik sampah di Sekolah
            Sekolah sebagai tempat berkumpulnya banyak orang dapat menjadi penghasil sampah terbesar selain pasar, rumah tangga, industri dan perkantoran. Secara umum sampah dapat dipisahkan menjadi :
  1. Sampah organik/mudah busuk  berasal dari: sisa makanan, sisa sayuran dan kulit buah-buahan, sisa ikan dan daging, sampah kebun (rumput, daun dan ranting).
  2. Sampah anorganik/tidak mudah busuk berupa : kertas, kayu, kain, kaca, logam, plastik , karet dan tanah.
            Sampah yang dihasilkan sekolah kebanyakan adalah jenis sampah kering dan hanya sedikit sampah basah. Sampah kering yang dihasilkan kebanyakan berupa kertas, plastik dan sedikit logam. Sedangkan sampah basah berasal dari guguran daun pohon, sisa makanan dan daun pisang pembungkus makanan.
Pengelolaan sampah
  1. Pemilahan yaitu memisahkan menjadi kelompok sampah organik dan non organik dan ditempatkan dalam wadah yang berbeda.
  2. Pengolahan dengan menerapkan konsep 3R yaitu:
    • Reuse (penggunaan kembali) yaitu menggunakan sampah-sampah tertentu yang masih memungkinkan untuk dipakai [penggunaan kembali botol-botol bekas].
    • Reduce (pengurangan) yaitu berusaha mengurangi segala sesuatu yang dapat menimbulkan sampah serta mengurangi sampah-sampah yang sudah ada.
    • Recycle (daur ulang) yaitu menggunakan sampah-sampah tertentu untuk diolah menjadi barang yang lebih berguna [daur ulang sampah organik menjadi kompos].
  3. Untuk sampah yang tidak dapat ditangani dalam lingkup sekolah, dikumpulkan ke Tempat Penampungan Sementara (TPS) yang telah disediakan untuk selanjutnya diangkut oleh petugas kebersihan ke Tempat Pembuangan Akhir(TPA).
Sampah yang dibuang ke TPS ditempatkan berdasarkan pemilahan sampah yang telah dilakukan. Hal ini dilakukan karena sampah organik cepat membusuk sementara sampah non organik membutuhkan waktu yang lebih lama untuk membusuk sehingga memerlukan perlakuan khusus. Untuk TPS yang sengaja disediakan oleh pihak sekolah sebaiknya TPS tersebut berupa lubang yang dilengkapi dengan sistem penutup sehingga tikus, serangga, dan hewan-hewan tertentu tidak masuk ke dalamnya dan juga untuk menghindari bau dari sampah yang bisa mengganggu.
Untuk memudahkan jangkauan biasanya juga disediakan bak-bak sampah kecil yang ditempatkan di tempat-tempat yang mudah dijangkau sebagai tempat penampungan sampah sementara sebelum dibuang ke TPS. Penampungan sampah dalam bak sampah ini juga sebaiknya dipisahkan menjadi tempat sampah organik dan anorganik dan kalau sudah penuh harus segera dibuang ke TPS atau langsung diambil oleh petugas kebersihan untuk dibuang ke TPA.
Perancangan Pengelolaan Sampah di Sekolah
Di lingkungan sekolah, pengelolaan sampah membutuhkan yang perhatian serius. Dengan komposisi sebagian besar penghuninya adalah anak-anak [warga belajar] tidak menutup kemungkinan pengelolaannya pun belum optimal. Namun juga bisa dipakai sebagai media pembelajaran bagi siswa-siswinya. Salah satu parameter sekolah yang baik adalah berwawasan lingkungan.
Sampah basah bisa diolah menjadi kompos. Prosesnya mudah dan sederhana. Anak usia sekolah SD hingga SLTA bisa mengerjakan sendiri. Pembuatan kompos dengan sampah basah di sekolah bisa menjadi media pembelajaran untuk anak didik. Setidaknya anak akan belajar tentang Ilmu Pengetahuan Alam. Anak juga akan belajar menghargai lingkungan. Mereka akan belajar bagaimana sampah itu bisa bermanfaat bagi manusia bukan hanya sebagai sesuatu yang kotor dan menjijikkan. Kompos yang dihasilkan dapat digunakan untuk memupuk tanaman yang ada atau sebagi bahan campuran media tanam dalam pot.
Kertas bekas yang dihasilkan banyak sekali yang berjenis HVS. Jenis kertas ini di kalangan pemulung memiliki harga yang paling tinggi. Belum lagi kertas karton, kertas pembungkus makanan dan kertas jenis lainnya. Khusus untuk sampah kertas, bisa dilakukan dua hal untuk pengelolaannya.
  1. Yang pertama adalah daur ulang sebagai pengelolaan sendiri. Sampah kertas bisa didaur ulang dengan cukup mudah. Kertas bekas dipotong kecil-kecil dan direndam ke dalam air. Proses berikutnya adalah diblender hingga berubah menjadi bubur kertas. Dari sinilah kreativitas anak diperlukan. Bubur kertas bisa dijadikan bahan kertas daur ulang atau bisa dijadikan bahan dasar kreativitas lain, misalnya topeng kertas atau bentuk pigora.
  2. Bentuk pengelolaan kedua adalah sistem pemilahan untuk dijual. Kertas berjenis HVS dipisah dari jenis lain misalnya koran, karton dan kerdus. Kertas bekas yang sudah dipilah tadi dijual ke pemulung. Pemulung secara berkala akan datang ke sekolah untuk mengambil kertas tersebut.
Jenis sampah lain yang juga lumayan banyak di sekolah adalah plastik. Sampah ini sebagian besar terdiri dari bungkus plastik dan botol minuman mineral. Untuk jenis terakhir inilah yang sekarang banyak dicari orang. Botol minuman bekas yang berbahan plastik PET bisa didaur ulang menjadi biji plastik. Demikian juga halnya dengan kaleng minuman bekas yang berbahan logam. Sampah jenis ini juga sebaiknya dipilah, dikumpulkan untuk kemudian dijual. Anak-anak juga dapat berkreasi merangkainya menjadi barang kerajinan atau hiasan dinding.
Dengan sistem pemilahan ini diharapkan anak didik dapat belajar betapa sampah yang semula kotor dan menjijikkan ternyata memiliki nilai jual. Mata pelajaran ekonomi dapat dipelajari dari seonggok sampah di sekolah. Anak didik akan menyadari bahwa peluang kerja ada di sekitarnya, bukan hanya dicari tapi dapat juga diciptakan.
Dalam perancangan pengelolaan sampah di sekolah, para siswa perlu dilibatkan secara aktif. Hal ini dapat dilakukan dengan pembentukan regu-regu yang bertugas secara terjadwal. Kegiatan pameran dan kompetisi berkala dapat dilakukan untuk meningkatkan kepedulian terhadap pengelolaan sampah.  Menulis di blog atau majalah dinding merupakan latihan yang bagus untuk menumbuhkan jiwa-jiwa mengelola sampah. Sehingga muncul kesadaran baru bahwa,  “Sampah bukan masalah, tetapi peluang”.
Oleh : Adam Maulidani – XI MIA 2
Sumber : Nasih Widya Yuwono

Selasa, 24 Februari 2015

KEMAH KEBANGSAAN KELAS XI SMA NEGERI 6 SEMARANG


Kemah kebangsaan siswa kelas XI SMA Negeri 6 Semarang di Yonzipur 4/TK Banyubiru Kab. Semarang pada Tanggal 20-22 Februari 2015 dan dibuka secara langsung oleh Kepala SMA Negeri 6 Semarang Ibu Dra. Hj. Srinatun, M.Pd. Adapun tujuan dari pelaksanaan kemah kebangsan ini adalah sebagai upaya pembentukan karakter, jiwa kemandirian, kejujuran, rasa tanggungjawab dan sopan santun. Kegiatan ini juga menanamkan semangat kebangsaan dan bela negara sebagai fondasi dasar dalam menanamkan sikap nasionalisme dan patriotisme pada generasi penerus bangsa.

Senin, 16 Februari 2015

BENTUK KARAKTER SISWA LEWAT MEDIA SOSIAL

Menarik untuk mencermati perkembangan media sosial yang memiliki dampak luar biasa dalam menentukan hitam putihnya karakter pendidikan anak bangsa. Sebagian kita beranggapan bahwa media sosial pada era digital ini diyakini menjadi salah satu penyebab menurunnya kualitas karakter siswa. Berbagai kejadian negatif yang menimpa dunia pendidikan kita berawal dari pemakaian tak terbatas terhadap penggunaan media sosial. Keunggulan dan kelebihan dari media sosial yang seharusnya digunakan untuk membangun fondasi keilmuan disekolah, seakan sirna manakala kita melihat anak bangsa justru terseret dalam berbagai problematika yang berawal dari penggunaan media sosial yang tidak terkontrol. Pergaulan bebas, pemakaian obat terlarang, bahasa alay, dan budaya acuh seakan menjadi hal biasa dan lumrah dikalangan pelajar kita. Harus diakui bahwa moral suatu bangsa sebenarnya juga ditentukan oleh pergerakan media sosial di dalamnya. Apabila diibaratkan, media sosial itu adalah sebuah sumber mata air yang jernih dan masyarakat diibaratkan sebagai kelompok yang haus akan air, seketika masyarakat itu meminum air yang jernih maka mereka dapat menghilangkan dahaga mereka dengan tenang. Sebaliknya apabila air keruh yang mereka minum maka hidup mereka sudah tidak sehat lagi. Pendidikan karakter dan kepribadian adalah salah satu cara untuk mengubah bangsa ini menjadi sebuah kekuatan dalam upaya membangun negeri ini untuk menjadi lebih bermartabat. Kemajuan teknologi informasi internet seharusnya dimanfaatkan sebagai bentuk sistem pendidikan karakter untuk bangsa ini. Bangsa Indonesia dalam satu dekade ini menjadi bangsa yang sangat aktif dalam media sosial. Menduduki peringkat ketiga sebagai negara pengguna media sosial Facebook maupun Twitter. Sebagai negara yang sering menggunakan media sosial, maka kesempatan untuk memperkuat pendidikan karakter dan kepribadian harus segera dibangun melalui perkembangan teknologi informasi. Lantas, apakah kita langsung memvonis bahwa media sosial harus dilawan dan dilenyapkan untuk menghindari semakin pudarnya nilai karakter siswa. Bukannya justru sebaliknya kita sebagai insan pendidikan untuk masuk kedalam lingkaran media sosial tersebut dalam rangka memperkuat dan menyemai benih-benih pendidikan karakter anak bangsa. Setidaknya ada 6 (enam) peran dan fungsi dari media sosial saat sekarang ini, yaitu sebagai fungsi informasi, fungsi mendidik, fungsi mempengaruhi, fungsi perkembangan mental, fungsi adaptasi lingkungan, dan fungsi memanipulasi lingungan. Melihat fungsi media sosial yang memiliki peran penting ini, maka sudah sepantasnya kita sebagai insan pendidikan harus mengeksplore media sosial sebagai penguat karakter anak bangsa. Usaha ini tentunya bukan tanpa alasan, karena filosofi untuk merubah suatu keadaan, maka kita harus masuk kedalam lingkungan itu. Hal inilah yang menjadikan guru harus mencoba masuk dalam dunia siswa untuk memperbaiki karakter melalui media sosial yang dalam era sekarang ini menjadi sebuah trend di kalangan pelajar kita. Sapaan dan untaian kata positif guru setiap hari di media sosial akan berdampak pada psikologis siswa untuk mengikuti alur pikiran guru yang dituangkan dalam media sosial. Secara tidak langsung, interaksi ini akan menjadikan hubungan guru dan murid menjadi sebuah kekuatan untuk membangun sebuah fondasi karakter yang kuat. Andai semuanya berjalan secara konsisten, maka tidak begitu sulit bagi guru untuk sedikit demi sedikit masuk dalam kehidupan psikologis siswa untuk menyemai benih-benih kebaikan. Begitupun sebaliknya guru dapat memantau dan mengontrol karakter siswa dalam interaksi keseharian lewat media sosial. Guru harus mampu menjadi attack and defense dalam proses pendidikan, dimana disatu sisi guru dituntut untuk melakukan transfer of knowledge tapi disisi lain guru juga dituntut untuk melakukan filter dan perbaikan karakter siswa akibat terkontaminasi arus globalisasi dan modernisasi. Cara guru untuk masuk dalam lingkungan media sosial siswa merupakan sebuah keharusan untuk memberikan peran lebih besar dalam proteksi sikap siswa dalam beraktifitas lewat dunia maya. Semua informasi terkait dengan proses pembelajaran dikaitkan semua pada media sosial sehingga mau tidak mau siswa harus selalu masuk dalam grup media sosial yang telah disepakati bersama sehingga memudahkan guru untuk melakukan pemantauan terhadap aktifitas siswa. Membimbing karakter anak bangsa melalui media sosial merupakan titik awal untuk melahirkan Indonesia berkarakter. Media sosial selayaknya mampu menjadi fasilitator untuk mengembangkan karakter individu dan membangkitkan semangat nasionalisme sehingga muncul pribadi-pribadi yang memiliki integritas tinggi terhadap cita-cita bangsa. Merubah karakter melalui sebuah apa yang menjadi sebuah trend di kalangan siswa kita akan terasa lebih mudah, karena siswa akan selalu menggunakan media sosial tersebut dalam menumpahkan segala ekspresinya. Ibarat suatu keluarga, media sosial seharusnya mampu menjadi ibu untuk membimbing anak-anaknya melalui jalan yang benar. Setiap generasi memiliki generasinya sendiri dan setiap zaman memiliki zamannya tersendiri. Kita tidak dapat merubah generasi yang kemarin dengan cara kita karena mereka juga memiliki generasinya sendiri. Sekarang saatnya kita membina anak-anak sesuai dengan cara-cara masa kini, mengingat anak-anak lebih mudah memahami sesuatu dari apa yang ia lihat dan rasakan sendiri. Kita dapat mengantisipasi perubahan karakter bangsa yang negatif melalui peran media sosial untuk jangka panjang kedepan, apabila anak-anak dibekali dengan pendidikan karakter lewat penggunaan media sosial secara positif, maka akan terlahir generasi yang kuat dan tangguh yang memiliki visi yang kuat kuat dalam membangun pilar-pilar bangsa. Dengan kata lain, perkembangan media sosial yang cukup besar disertai penggunaannya yang benar dapat memberikan hasil yang baik dalam membentengi diri, serta mewujudkan fungsi dan peran pendidikan karakter di sekolah yang bertujuan untuk membina potensi peserta didik secara utuh dan bulat, layak, manusiawi, dan berbudaya (civilized) serta membina nilai-nilai moral luhur budaya/kepribadian Bangsa Indonesia sebagai jati diri/kepribadian yang diyakini nalar, serta membudaya/membaku pada diri dan kehidupan generasi penerus. 

Oleh : Joko Sulistiyono, S.Kom, M.Pd